Welcome to Kerbau Pembajak

Sabtu, 14 Januari 2012

Bullying = Intimidasi ???
Hentikan Sejak Dini

Oleh :
Dyah Citra Wardani

Bullying, kata ini mungkin tidak terlalu familiar di telinga masyarakat Indonesia, namun tanpa mereka sadari bahwa “kata” tersebut adalah suatu masalah yang cukup serius yang terjadi di kalangan siswa saat ini. Mari kita ingat sejenak kasus yang mencuat beberapa tahun yang lalu mengenai sebuah perploncoan yang dilakukan oleh seorang senior kepada juniornya di salah satu Sekolah Tinggi Negeri di Kabupaten Sumedang, yang akhirnya mengakibatkan kematian salah seorang siswanya. Lalu masih ingatkah mengenai kasus bullying yang menjadi bahan pembicaran orang di seluruh dunia? Yaitu sebuah peristiwa pada bulan april yang terjadi di kampus Virginia Tech di Blacksburgh, yang mengakibatkan 30 orang mahasiswa tewas akibat tembakan membabi buta seorang mahasiswa asal Korea Selatan bernama Cho Seng Hui yang pada akhirnya dia sendiri melakukan aksi bunuh diri. Kedua kasus tersebut adalah contoh dari kasus bullying akut dan sangat serius. Dikutip dari kompas.com (9/4 2011) pada tahun 2006 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kasus kekerasan pada anak mencapai 25 juta orang, dengan berbagai macam bentuk, dari yang ringan sampai yang berat. Lalu data BPS tahun 2009 menunjukkan kepolisian mencatat, dari seluruh laporan kasus kekerasan, 30 persen diantaranya dilakukan oleh anak-anak, dan dari 30 persen kekerasan yang dilakukan anak-anak, 48 persen terjadi di lingkungan sekolah dengan motif dan kadar yang bervariasi. Plan Indonesia sendiri pernah melakukan survei tentang perilaku kekerasan di sekolah. Survei dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor, dengan melibatkan 1.500 siswa dan 75 guru. Hasilnya, 67,9 persen menganggap terjadi kekerasan di sekolah, berupa kekerasan verbal, psikologis, dan fisik. Pelaku kekerasan pada umumnya adalah teman, kakak kelas, adik kelas, guru, kepala sekolah, dan preman di sekitar sekolah. Lantas apa pengertian dari bullying itu sendiri? Menurut Riauskina, Djuwita, dan  Soesetio (2001) school bullying merupakan perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa  yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih  lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Mereka kemudian mengelompokkan bullying ke dalam 5 kategori: (1) Kontak fisik langsung  (memukul, mendorong, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimliki orang lain). (2) Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name–calling),  sarkasme, merendahkan (put-down), mencela/mengejek, mengintimidsi, mengejek, menyebarkan gosip). (3) Perlaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal). (4) Perilaku non verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng). (5) Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal). Terjadinya   bullying di sekolah menurut Salmivalli dan kawan-kawan merupakan proses dinamika kelompok dan di dalamnya  ada pembagian peran. Peran-peran tersebut adalah bully, asisten bully,   reinfocer,  defender, dan outsider. Bully yaitu siswa yang dikategorikan sebagai pemimpin, berinisiatif dan aktif terlibat dalam perilaku bullying. Asisten bully, juga terlibat aktif dalam perilaku bullying, namun ia cenderung begantung atau mengikuti perintah bully. Rinfocer adalah mereka yang ada ketika kejadian bullying terjadi, ikut menyaksikan, mentertawakan korban, memprofokasi bully, mengajak siswa lain untuk menonton dan sebagainya. Defender adalah orang-orang yang berusaha membela dan membantu korban, sering kali akhirnya mereka menjadi korban juga. Outsider adalah orang-orang yang tahu bahwa hal itu terjadi, namun tidak melaukan apapun, seolah-olah tidak  peduli. Sebenarnya banyak sekali faktor penyebab bullying, diantaranya kurangnya pengawasan orangtua dan guru terhadap siswa, kurangnya perhatian dan kasih sayang, perasaan dendam karena pelaku pernah mengalami bullying sebelumnya, butuhnya rasa pengakuan bahwa pelaku bukanlah orang yang lemah dan memiliki kekuasaan, puberas pada masa remaja, meniru tayangan di televise dan merealisasikannya . Sementara itu Psikolog Clara Wriswanto dari Jagadnita Counseling mengemukakan bahwa penyebab seseorang menjadi pelaku bullying bisa dari berbagai faktor seperti orang tua yang terlalu memanjakan anaknya, keadaan keluarga yang berantakan sehingga diri anak tersisihkan, atau hanya karena anak tersebut meniru perilaku bullying dari kelompok pergaulannya serta tayangan bernuansa kekerasan di internet atau televisi. Bullying sendiri memiliki dampak yang luar biasa pada siswa, pada awal tadi telah dipaparkan mengenai hilangnya nyawa seseorang akibat bullying, itu merupakan dampak extreme dari bullying. Selain itu ada beberapa indikasi yang ditimbulkan oleh korban bullying, diantaranya : (1) Rasa percaya diri anak yang menurun (2) takut pergi ke sekolah (3) kesulitan untuk tidur (4) terjadi perubahan serius pada anak seperti menjadi lebih pendiam atau bahkan menjadi agresif (5) menangis sebelum atau pulang dari sekolah dan gejala-gejala lainnya. Sangat jelas bahaya dari sikap bullying ini, lalu upaya apa yang dapat dilakukan oleh kita? Pertama kali yang harus dilakukan adalah memberikan perhatian kepada anak yang menjadi pelaku atau korban bullying, kedua beri pengarahan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang pasti akan membutuhkan antara satu dengan yang lainnya sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk menyakiti orang lain, buatlah kebijakan yang menghukum adanya sikap bullying sehingga akan menimbulkan efek jera pada pelakunya, tanamkan sifat religius pada anak. Lakukan pencegahan sikap bullying sejak dini, agar siswa menjadi pribadi yang lebih baik saat mereka dewasa, bisa dibayangkan jika seorang anak telah belajar bagaimana mem-bully teman mereka sejak usia dini akankah mereka akan menjadi pribadi yang lebih baik di keesokan hari? Mungkin saja jika suatu saat mereka akan melakukan hal-hal yang lebih buruk dari kegiatan mem-bully itu, dan ketika semua itu terjadi akan sulit untuk mencari siapa yang harus disalahkan, maka dari itu awasi setiap kegiatan anak anda, berikan perhatian yang cukup, dan tanamkan bahwa bullying merupakan perbuatan tercela dan berdosa karena bullying sama dengan mengintimidasi orang lain.

*Mahasiswa jurusan Pedagogik Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia


 referensi :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar